2007-11-23

Globalisasi dan Welfare di Swedia


Idé egaliter dan solidaritas sudah sejak lama masuk dalam subconciousness dan mendapat tunjangan kuat rakyat Swedia dan hal ini juga menjadi dasar dari negeri welfare Swedia. Organisasi buruh yang kuat dinegeri ini selalu berusaha untuk menaikkan tingkat hidup kaum yang terlemah didalam masyarakat dengan memperjuangkan kenaikan gaji mereka, supaya lebih sesuai tingkatnya dengan grup-grup lain. Kecuali itu sektor umum (public sector) yang kuat selalu memberi jaminan bahwa semua orang tanpa tergantung pada ketebalan dompetnya mendapat keamanan atau jaminan sosial yang sama rata. Kaya atau miskin, bila mereka sakit akan mendapat perawatan yang sama. Kalau mereka kehilangan kerja, mereka mendapat tunjangan dan bantuan sedemikian rupa sehingga hidup mereka tidak jatuh sengsara. Kalau mereka sudah tua dan tidak kuat lagi bekerja semua tanpa kecuali dijamin dapat pensiun. Pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas adalah gratis dan terbuka untuk semua tanpa pandang asal-usulnya.

Keadaan demikian ini mendekati apa yang diimpi-impikan oleh rakyat Indonesia sebagai masyarakat yang adil dan makmur. Swedia dikenal didunia sebagai negara maju dengan tingkat hidup yang tinggi dan pembagian pendapatan yang relatif merata dibandingkan dengan banyak negeri-negeri lainnya.

Tapi konkurensi yang meningkat dari dunia internasional sesuai dengan perkembangan globalisasi telah menimbulkan problim bagi negeri welfare Swedia. Kesimpulan ini telah disampaikan oleh sekelompok peneliti. Torben M Andersen dari Århus universitet di Denmark dan ketua dari Dewan Penasehat Ekonomi, Arne Bigsten, professor dalam Development Economy di Gothenburg School of Economics, Karolina Ekholm, docent dan aktif dalam Institusi Perekonomian Nasional di Universitet Stockholm serta Jonas Vlachos, juga dari Institusi Perekonomian Nasional di Universitet Stockholm, telah menulis sebuah buku yang bernama ”Welfare Swedia dan Pasaran-pasaran Global”, serta menulis artikel debat dikoran pagi nasional Swedia terbesar ”Dagens Nyheter” (tanggal 19 November 2007) yang berjudul ”Konsentrasi pada kelompok-kelompok lemah adalah ancaman terhadap negara welfare”.

Basis dan sumber dari pembiayaan negara welfare tidak lain adalah pendapatan pajak, terutama dari kerja, bukan dari kapital. Ini penting sekali untuk ditekankan. Karena itu harus selalu diusahakan full employment. Pembiayaan politik welfare akan lebih terjamin apabila: 1) ada full atau hampir full employment 2) para pekerja mempunyai gaji tinggi. Semakin banyak daya tenaga kerja yang diaktifkan dalam dalam pasaran kerja dan semakin tinggi gaji mereka, maka semakin besarlah pendapatan pajak yang bisa dipakai untuk mebiayai welfare.

Menurut Karolina Ekholm cs, proses globalisasi telah menyebabkan semakin saling terkaitnya dan semakin terintegrasikannya ekonomi-ekonomi dunia. Selain dari itu timbul tantangan tentang perubahan struktural apa yang diperlukan oleh tiap negeri, yang pada gilirannya akan mempengaruhi gaji-gaji, employment serta pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Negeri seperti Swedia bisa menjadi winner dalam proses globalisasi dengan lebih mengarahkan ekonominya kepada kegiatan-kegiatan yang intensif dibidang kapital dan pengetahuan.

Walaupun Swedia bisa menjadi winner didunia dalam proses globalisasi yang semakin intensif ini, tetapi didalam negeri timbul satu situasi yang menyulitkan diteruskannya negara welfare dalam bentuknya yang sekarang. Tuntutan konkurensi dunia yang meningkat terhadap spesialisasi, telah menyebabkan sangat berkurangnya permintaan terhadap tenaga-kerja berpendidikan rendah dan tanpa pengetahuan spesial. Mereka-mereka yang merupakan tenaga kerja dengan produktifitas yang rendah ini di Swedia menjadi kelompok losers dalam proses globalisasi dunia.

Sistim assuransi sosial yang umum tidak dapat menolong mereka. Sebab kalau mereka diberi tunjangan sosial, mereka akan jatuh pada ketergantungan permanen pada tunjangan itu dan terlempar keluar dari dunia employment. Hal ini pada gilirannya akan bertentangan dengan tuntutan negara welfare yang menghendaki tingkat employment yang tinggi. Alternatifnya, supaya mereka tetap bisa menarik dipasar employment, mereka hanya bisa diberi pekerjaan apabila gajinya rendah sekali tetapi risikonya mereka akan menjadi proletariat dengan gaji rendah. Soal pokoknya ialah, bagaimana memasukkan mereka kembali kepasar pekerjaan tanpa menyebabkan mereka menerima gaji yang telalu rendah.

Karena itu Swedia harus menyusun suatu strategi welfare yang baru untuk para losers. Menurut Karolina Ekhom cs, dalam jangka panjangnya pendidikan memiliki kedudukan yang central. Harus bisa dijamin agar sesedikit mungkin orang masuk kepasaran kerja dengan kwalifikasi yang terlalu rendah. Pengangguran punya kaitan yang jelas dengan tingkat pendidikan.

Dalam jangka pendeknya hendaknya dilaksanakan macam-macam policy yang mempermudah masuknya orang-orang berkwalifikasi rendah kepasaran kerja, antara lain dengan keringanan-keringanan perpajakan bagi perusahaan-perusahaan yang membuka kesempatan kerja bagi mereka.

Sebagaima telah disebut diatas, sumber perpajakan yang paling utama tidak bisa lain adalah dari kerja. Kapital sifatnya terlalu mobile, dia bisa gampang berpindah-pindah menembusi batas-batas kenegaraan. Meningkatnya mobilitas berlaku juga bagi tenaga kerja berpendidikan tinggi. Karena itu Swedia harus meberikan kepada mereka keringanan-keringanan dalam bidang perpajakan agar Swedia tetap menjadi negeri yang menarik bagi tenaga-tenaga kerja berpendidikan tinggi.

Problim lain adalah perbedaan-perbedaan antar region. Konkurensi internasional telah memukul berbagai region di Swedia secara berbeda. Sebagian region sangat diuntungkan karena mempunyai konsentrasi perusahaan-perusahaan yang pasarannya meluas, sedangkan region lain dirugikan karena perusahaan-perusahaannya kalah dalam berkorurensi dengan perusahaan-perusahaan luar-negeri. Tendensi ini diperkuat oleh prinsip penggajian Swedia yang menyatakan ”gaji sama untuk pekerjaan yang sama” (tidak perduli dimana orang itu kerjanya). Hal ini menyebabkan region-region yang terpukul tidak bisa memakai niveau gaji lebih rendah sebagai alat konkurensi.

Menurut Karolina Ekholm cs. Swedia mempunyai prasyarat untuk mengambil keuntungan dari meningkatnya proses globalisasi didunia karena Swedia mempunyai 1) birokrasi yang effektif dan berjalan baik, 2) tingkat korupsi yang rendah dan 3) kredibilitas yang tinggi antara sesama warga-negaranya. Walaupun demikian. keberhasilan Swedia dalam proses globalisasi, secara paradoxal tidak menyelesaikan problim-problim negara welfare. Karena itu negara welfare Swedia harus menyesuaikan diri supaya tetap bisa mempertahankan elemen-elemen dasar dari negara welfare.

1 kommentar:

Me...............? sa...

Selamat ya, Pak Tahir....Tulisan Anda menarik & kelihatan semangat intelektualitasnya. Semoga tulisan2bapak bermanfaat bagi kami, generasi baru pendatang dari Indonesia di Swedia.